Senin, 30 Mei 2011

Spesifikasi teknis jalan jembatan bina marga tahun 2010


DIVISI 1 - UMUM
DIVISI 2 - DRAINASE
DIVISI 3 - PEKERJAAN  TANAH
DIVISI 4 - PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN
DIVISI 5 - PERKERASAN  BERBUTIR
DIVISI 6 - PERKERASAN  ASPAL
DIVISI 7 - STRUKTUR
DIVISI 8 - PENGEMBALIAN KONDISI DAN PEKERJAAN MINOR
DIVISI 9 - PEKERJAAN  HARIAN
DIVISI 10 - PEKERJAAN PEMELIHARAAN RUTIN

Download Spesifikasi Teknis jalan jembatan Binamarga 2010

Minggu, 22 Mei 2011

Analisa Harga satuan Jalan Jembatan 2008 - SE Dirjen Bina Marga No.008/BM/2008

Penyusunan Analisa Harga satuan Jalan Jembatan 2008 ini dilakukan sebagai revisi Analisis Harga Satuan No. 28/T/BM/1995 guna mengantisipasi kemajuan teknologi yang erat hubungannya dengan pelaksanaan pekerjaan di bidang jalan dan jembatan serta penyesuaian seiring dengan adanya perubahan Spesifikasi Teknik dalam dokumen kontrak pekerjaan jalan dan jembatan, serta adanya peralatan baru dan bahan yang belum diakomodasi dalam panduan sebelumnya.
  • Terdiri dari 10 DIVISI, yaitu DIVISI 1 s.d. DIVISI 10.
  • Analisa harga satuan terdiri dari koefisien yang  tergantung pada variabel perencanaan.
  • Item Uraian Pekerjaan  sesuai dengan  perkembangan teknologi keBina Margaan.
  • Kesesuaian antara Analisa Harga Satuan dengan Spesifikasi.
  • Format Standar analisa harga satuan sudah  mengakomodasi Perpres 54 Tahun 2010, yaitu ada keuntungan dan biaya overhead max 15% 
  • Kesesuaian antara volume realisasi dengan Satuan Pembayaran sudah  sesuai.
Untuk Lebih lengkapnya Download disini :
Analisa Harga satuan Jalan Jembatan 2008 - SE Dirjen Bina Marga No.008/BM/2008


sumber : 
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
Catatan Mas_Trianto

Jumat, 06 Mei 2011

Identifikasi, perencanaan dan pengendalian lahan rawan longsor

Daerah rawan longsor harus dijadikan areal konservasi, sehingga bebas dari kegiatan pertanian, pembangunan perumahan dan infrastruktur.
Apabila lahan digunakan untuk perumahan maka bahaya longsor akan meningkat, sehingga dapat mengancam keselamatan penduduk di daerah tersebut dan di sekitarnya.
Penerapan teknik pengendalian longsor diarahkan ke daerah rawan longsor yang sudah terlanjur dijadikan lahan pertanian.
Areal rawan longsor yang belum dibuka direkomendasikan untuk tetap dipertahankan dalam kondisi vegetasi permanen, seperti cagar alam, kawasan konservasi, dan hutan lindung.
Perencanaan dan pengendalian tanah rawan longsor dibagi menjadi :
  1. mekanis (sipil teknis)
  2. vegetatif atau
  3. kombinasi keduanya.
Pada kondisi yang sangat parah, pendekatan mekanis seringkali bersifat mutlak jika pendekatan vegetatif saja tidak cukup memadai untuk menanggulangi longsor.

Teknik Pengendalian Longsor secara Vegetatif
Pengendalian longsor dengan pendekatan vegetatif pada prinsipnya adalah mencegah air terakumulasi di atas bidang luncur. Sangat dianjurkan menanam jenis tanaman berakar dalam, dapat menembus lapisan kedap air, mampu merembeskan air ke lapisan yang lebih dalam, dan mempunyai massa yang relatif ringan.
Jenis tanaman yang dapat dipilih di antaranya adalah sonokeling, akar wangi, Flemingia, kayu manis, kemiri, cengkeh, pala, petai, jengkol, melinjo, alpukat, kakao, kopi, teh, dan kelengkeng.

Teknik Pengendalian Longsor secara Mekanis/sipil teknis
Ada beberapa pendekatan mekanis atau sipil teknis yang dapat digunakan untuk mengendalikan longsor, sesuai dengan kondisi topografi dan besar kecilnya tingkat bahaya longsor.
Pendekatan mekanis pengendalian longsor meliputi:
  • pembuatan saluran drainase (saluran pengelak, saluran penangkap, saluran pembuangan)
  • pembuatan bangunan penahan material longsor
  • pembuatan bangunan penguat dinding/tebing atau pengaman jurang
  • pembuatan trap-trap terasering.

Saluran drainase
Tujuan utama adalah untuk mencegah genangan dengan mengalirkan air aliran permukaan, sehingga kekuatan air mengalir tidak merusak tanah, tanaman, dan/atau bangunan konservasi lainnya.
Di areal rawan longsor, pembuatan saluran drainase ditujukan untuk mengurangi laju infiltrasi dan perkolasi, sehingga tanah tidak terlalu jenuh air, sebagai faktor utama pemicu terjadinya longsor.
Bentuk saluran drainase, khususnya di lahan usahatani dapat dibedakan menjadi: 
(a) saluran pengelak
(b) saluran teras
(c) saluran pembuangan air, termasuk bangunan terjunan.

Trap-trap terasering ( Foto: F. Agus)

Bangunan penahan longsor dari anyaman bambu untuk
menahan longsor kategori kecil

Bangunan konstruksi beton penahan longsor kategori besar. ( Foto: F. Agus dan Widianto)

Bangunan penguat tebing/bronjong
Pengendalian longsor pada setiap segmen kaki (bawah - zona penimbunan bahan yang longsor)
  • Membuat/membangun penahan material longsor menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat, misalnya dengan menancapkan tiang pancang yang dilengkapi perangkap dari dahan dan ranting kayu atau bambu.
  • Membangun penahan material longsor seperti bronjong atau konstruksi beton.
  • Menanam tanaman
Pengendalian longsor pada setiap segmen Punggung (tengah - bagian lereng yang meluncur)
  • Membangun atau menata bagian lereng yang menjadi daerah bidang luncur, di antaranya dengan membuat teras pengaman (trap terasering).
  • Membuat saluran drainase (saluran pembuangan) untuk menghilangkan genangan air.
  • Membuat saluran pengelak di sekeliling wilayah longsor.
  • Membuat penguat tebing dan check dam mini.
  • Menanam tanaman untuk menstabilkan lereng.
Pengendalian longsor pada setiap segmen Hulu ( atas )
  • Mengidentifikasi permukaan tanah yang retak atau rekahan pada punggung bukit dan mengisi kembali rekahan/permukaan tanah yang retak tersebut dengan tanah.
  • Membuat saluran pengelak dan saluran drainase untuk mengalihkan air dari punggung bukit, untuk menghindari adanya kantong-kantong air yang menyebabkan penjenuhan tanah dan menambah massa tanah.
  • Memangkas tanaman yang terlalu tinggi yang berada di tepi (bagian atas) wilayah rawan longsor.

sumber : Pedoman Umum Budidaya Pertanian di Lahan Pegunungan